Rabu, 31 Agustus 2011

MERAIH KEMENANGAN



Sering kali orang mengatakan kalau sudah selasai berpuasa Ramadhan dapat meraih kemenangan. Sejumlah teman-temanku menanyakan hal ini kepadaku, “kenapa dinamakan meraih kemenangan setelah semua ummat Islam keluar dari bulan Ramadhan? Bukankah perjuangan untuk beribadah bukan hanya di bulan Ramadhan? Maka ini jawaban singkat ku, semoga dapat sedikit memberikan jawaban dan bermanfaat untuk semua.

Selama satu bulan penuh Ummat Islam melaksanakan puasa di bulan suci Ramadhan. Ada sejumlah ummat Islam berlomba lomba menghatamkan Al Qur’an, ada juga ummat Islam yang melaksanakan sholat taraweh dan qiyamullail. Setelah melaksanakan itu semua selama sebulan penuh maka ummat Islam keluar dari bulan puasa dalam keadaan mendapatkan kemenangan. Maksud dari kemenangan ini adalah kemenangan spiritual, kemenangan sosial dan kemenangan emosional.

Pertama. kemenangan spiritual adalah suksesnya seseorang melaksanakan ibadah dengan semaksimal mungkin kepada Allah SWT. Sehingga dengan ibadah tersebut seseorang tambah meningkat keimanannya dan makin baik akhlaknya. Selama bulan suci Ramadhan Ummat Islam sangat rajin ibadah saumnya, rajin baca Al Qur’an dan rajin pula sholat taraweh serta qiyamullailnya. Maka setelah keluar dari bulan suci Ramadhan ummat Islam yang mendapatkan kemenangan adalah ummat Islam yang mempertahankan ibadah puasa dan tidak mengotorinya dengan kemaksiatan, mempertahankan baca Al Qur’an sampai sebelas bulan kedepan serta juga masih mampu mempertahankan qiyamullailnya selama satu tahun kedepan. Kemenangan spiritual ini dapat kita lihat apakah Ummat Islam kedepannya meningkat ibadahnya? Atau justru makin merosot? Apakah setelah puasa justru maksiat lagi? Korupsi lagi? Nipu lagi? Nyogok lagi? Sangat di sayangkan kalau seandainya Ummat Islam tidak meningkat ibadahnya.

Jadilah orang yang meraih kemenangan dengan meningkatkan semangat ibadah sampai hayat masih di kandung badan.

Kedua. Kemenangan sosial. Kemenangan sosial adalah seseorang yang mempertahankan hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya. Tidak membenci, tidak mendendam, tidak menghasut dan tidak saling mencaci maki. Selama bulan puasa Ummat Islam mampu membangun hidup sosial dengan yang lain, dipertanda dengan saling membagi kolak, timun suri dan korma untuk berbuka puasa kepada tetangga dan sekitarnya serta memberikan infak, sodakoh, zakat mal dan zakat fitrah.

Ummat Islam yang mendapatkan kemenangan adalah ummat Islam yang mempertahankan sifat sosial yang di bangun selama bulan suci Ramadhan. Mampukah ummat Islam saling membagi, dan mengeluarkan sebagian hartanya di jalan Allah di luar bulan suci Ramadhan? Mambantu dan menyantuni fakir miskin serta melepaskan kesusahan hidup mereka dari belenggu kemiskinan?
Ummat Islam yang kelebihan harta wajib hukumnya menyalurkan hartanya untuk fakir miskin. Agama memerintahkan para agniya untuk mendatangi fakir miskin tapi bukan fakir miskin yang mendatangi. Seandainya para agniya mendatangi fakir miskin tiap-tiap rumah untuk membantu, maka para pengemis-pengemis professional tidak akan membuat Rumah Yatim, Istana Yatim. Spanduk zakat berdiri dimana mana, bahkan mereka menggunakan nama besar untuk meraih uang zakat dan belum tentu uang zakat tersebut di bagikan kepada fakir miskin. Pengurus zakat  pada gemuk-gemuk dan punya mobil mewah, sementara anak yatim dan fakir miskin kurus-kurus, dan terlantar.

Ketiga. Kemenangan emusional. Kemenangan emusional adalah dapat mempertahankan emosi dari sifat marah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan di muka bumi dan melanggar perintah Allah SWT. Ummat Islam mampu mengendalikan hawa nafsu selama bulan suci Ramadhan, nafsu seksual di siang hari, nafsu makan yang berlebihan dan sifat pemarah yang merusak. Musuh yang besar adalah hawa nafsu yang ada dalam diri kita. Maka sebisa mungkin kita mengendalikan hawa nafsu selama satu tahun kedepan.

Inti seseorang yang mendapatkan kemenangan adalah sebagaimana yang di firmankan Allah SWT dalam Al Qur’an sebagai berikut:
3 `tBur ÆìÏÜム©!$# ¼ã&s!qßuur ôs)sù y$sù #·öqsù $¸JŠÏàtã 
Artinya: ….“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS Al Ahzab, 71)
Menurut ayat diatas, bahwa kemenangan yang besar adalah apabila seseorang mentaati Allah dan Rasulnya. Mentaati Allah dan Rasul bukan hanya di dalam bulan Ramadhan, akan tetapi sepanjang hayat masih di kandung badan maka wajib mentaati Allah dan Rasul. Didalam bulan Ramadhan kita menyembah Allah, maka di luar bulan Ramadhanpun kita harus menyembah Allah juga. Dalam bulan Ramadhan kita rajin melaksanakan sholat, maka di luar bulan Ramadhanpun kita harus rajin sholat. Dalam bulan Ramadhan kita berpuasa, maka di luar bulan Ramadhanpun harus tetap melaksanakan puasa sunnah. Dalam bulan Ramadhan kita rajin membaca Al Qur’an, maka di luar bulan Ramadhanpun kita harus rajin membeca Al Qur’an. Dalam bulan Ramadhan kita murah tangan untuk infak dan shodakoh, maka di luar bulan puasa pun kita harus rajin untuk berinfak dan bersodakoh. Begitulah seterusnya. Kalau hal ini kita lakukan maka akan meraih kemenangan yang besar di Hadapan Allah SWT.

Abdul Hakim Abubakar El Kahir

Selasa, 30 Agustus 2011

SATU SYAWAL PADA HARI RABU



Idhul Fitri dan Lebaran tahun ini, tahun 2011 terjadi perbedaan penetapan tanggal oleh para Ulama, ada diantara ulama dan ORMASNYA menetapkan satu Syawal pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011, dan juga mayoritas Ulama dan Mayoritas ORMAS menetapkan beserta pemerintah menetapkan satu Syawal tepat pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011. Saya pribadi lebih mengikuti pendapatnya para Ulama yang menetapkan satu Syawal pada hari Rabu, sebab Ulama yang ngumpul sangat banyak dan analisanya pun bisa diterima secara rasional dan secara dalil Naqli. Di bawah ini saya mengangkat sebuah kajian yang di tulis oleh seorang Kiyai yang bernama KH Syarif Rahmat. Mari kita lihat argumentasi beliau yang menjadi landasan para ulama yang menetapkan satu syawal pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011. Allah SWT berfirman sebagai berikut:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ (البقرة:185)

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu yang  menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu...” (Al Baqarah:185)


Para Ulama berbeda pendapat dalam menetapkan Awwal ramadhan dan Idul Fitri. Empat Ulama Mujtahid (Al Imam Abu Hanifah, Al Imam malik, Al Imam Asy Syafi’I dan Al Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahumullah) sepakat bahwa penetapan keduanya berdasarkan Ru’yat atau Ru’yatul Hilal. Pijakan mereka jelas yaitu sabda Rasulullah SAW:


الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ. (رواه البخاري و مسلم)

Artinya: “Pada dasarnya bulan itu berusia 29 malam (hari). Oleh karena itu janganlah kalian memulai puasa sebelum ru’yat (melihat) bulan itu. Tetapi jika berawan (hingga kamu tidak dapat meru’yatnya), sempurnakanlah hitungannya 30 hari” (HR Al Bukhari dan Muslim).

Abu Dawud meriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ. (رواه ابو داود)

Artinya: Aisyah berkata: “Rasulullah SAW itu memperhatikan bulan Sya’ban melebihi bulan bulan lainnya, kemudian beliau berpuasa Ramadhan bila telah melihatnya namun bla berawan beliau menyempurnakan bulan Sya’bannya 30 hari, setelah itu baru (esoknya) berpuasa” (HR Abu Dawud).

Dari Hadis Hadis ini jelas bahwa penetapan Puasa dan lebaran itu didasarkan atas Ru’yatul Hilal. Manakala Ru’yat tidak dapat dilakukan karena terhalang awan, jalan keluarnya pun jelas; sempurnakan saja bulan Sya’ban (atau Ramadhan) 30 hari.  


Akan tetapi sekelompok orang seperti Muhammadiyah menetapkan keduanya menggunakan Hisab. Dalil mereka adalah Hadis:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ. (رواه البخاري و مسلم)

Artinya: Ibnu Umar menceritakan bahwasanya suatu ketika Rasulullah SAW tengah  berbicara tentang  bulan Ramadhan, maka beliau bersabda: “Janganlah kalian berpuasa sebelum Ru’yat (melihat) bulan sabit dan jangan pula kalian berbuka mengakhirinya sebelum Ru’yat (melihatnya) pula. Namun jika berawan (hingga kamu tak dapat melihatnya), maka  perkirakanlah bulan itu” (HR Al Bukhari dan Muslim).

Mereka mengatakan bahwa kata “Faqduru Lahu” dalam Hadis ini  berarti “Perkirakanlah Hilal” yang berarti “Perkirakan dengan Hisab”.

Akan tetapi argumen kelompok kedua ini dipandang lemah karena:

Pertama, Hadis “Faqduru Lahu” bersifat Mujmal yang membutuhkan bayan (penjelasan). Sementara Hadis yang dibawakan kelompok pertama dengan terang menyebutkan bahwa apabila Ru’yat tidak berhasil, maka sempurnakan saja bulan Sya’ban (atau Ramadhan) sampai 30 hari. Sesuai Ka’idah yang berlaku di kalangan Ulama, manakala terdapat dalil Mujmal, maka ia membutuhkan Mubayyan, sehingga ketika yang Mubayyan telah ada, maka hapuslah kesamaran Mujmalnya. Demikianlah dalam masalah ini. Semula orang boleh berbeda pendapat tentang makna “faqduru lahu”. Tetapi ternyata ada penjelasan dalam Hadis lain bahwa Rasul menyatakan “Sempurnakan 30 hari”. Maka tidak ada arti lain bagi kalimat “Faqduru lahu” kecuali “Sempurnakan 30 hari” yang dalam istilah para Fuqaha disebut Istikmal.

Kedua, bahkan Hadis Ibnu Umar yang dipergunakan kelompok kedua pun memiliki redaksi yang lengkap yang secara jelas menyebutkan bahwa makna “Faqduru lahu” adalah “Sempurnakan 30 hari”. Al Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, masih bersumber dari Ibnu Umar:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَكَرَ رَمَضَانَ فَضَرَبَ بِيَدَيْهِ فَقَالَ « الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا - ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِى الثَّالِثَةِ - فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِىَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلاَثِينَ ». (رواه مسلم)


Artinya: Bulan puasa itu seperti ini,  seperti ini, seperti ini – kemudian pada yang ketiga kalinya beliau menggenggam ibu jarinya – maka berpuasalah kamu dengan melihatnya dan berbukalah dengan melihatnya pula. Tetapi jika berawan (hingga kamu tidak dapat meru’yatnya), sempurnakanlah hitungannya 30 hari” (HR Muslim).

Sementara redaksi lain mengatakan:
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ. (رواه البخاري و مسلم)

Artinya: “Pada dasarnya bulan itu berusia 29 malam (hari). Oleh karena itu janganlah kalian memulai puasa sebelum ru’yat (melihat) bulan itu. Tetapi jika berawan (hingga kamu tidak dapat meru’yatnya), sempurnakanlah hitungannya 30 hari” (HR Al Bukhari dan Muslim).

 Abu Dawud meriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ. (رواه ابو داود)

Artinya: Aisyah berkata: “Rasulullah SAW itu memperhatikan bulan Sya’ban melebihi bulan bulan lainnya, kemudian beliau berpuasa Ramadhan bila telah melihatnya. namun bila berawan beliau menyempurnakan bulan Sya’bannya 30 hari, setelah itu baru (esoknya) berpuasa” (HR Abu Dawud).

Setelah penjelasan ini maka tdak ada arti lain bagi “faqduru lahu” selain “sempurnakan 30 hari”.

Semoga Allah merahmati perwakilan Muhammadiyah dalam Sidang Itsbat Badan Hisab dan Ru’yat yang diselenggarakan Kementerian Agama hari Senin lalu. Ia mengatakan bahwa Hadis “faqduru lahu” adalah hadis Ibnu Umar sedangkan Hadis “30 hari” adalah Hadis Abu Hurairah. Padahal kedua bentuk redaksi itu diriwayatkan oleh Ibnu Umar. Dalam kajian ilmu orang seperti ini tidak memenuhi Amanah Ilmiyah karena referensi yang dikutipnya tidak dapat dipertanggung jawabkan, sehingga fatwanya harus dimakzulkan. Lantas dari manakah ia mengatakan bahwa “Hadis yang mengertikan Faqduru lahu dengan 30 hari adalah bersumber dari Abu Hurairah?”.


Dari penjelasan di atas jelas, sudah tidak ada pintu bagi kaum Muslimin menggunakan Hisab. Kalaupun dipaksakan akan dipergunakan, maka itu hanya untuk ancer-ancer, namun keputusan akhir ada pada Ru’yat. Adalah sebuah kemaksiatan manakala ada orang yang telah mengumumkan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri sebelum tanggal 29 Sya’ban dan Ramadhan sebab telah terang-terangan menentang ketentuan Rasulullah SAW. Hasbunallah.

Demikian penjelasan Kiyai yang menjadi pengasuh PONDOK PESANTREN UMMUL QURA INI, tentang pedoman dan pijakan para ulama yang menetapkan sholat idul fitri pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011.


















Minggu, 28 Agustus 2011

MENJEMPUT SI LAILA

Pada malam 27 Ramadhan kemarin, kami beserta ulama dan para Qari mengadakan Qiyamullail di sebuah Masjid di daerah Pondok Ranji, nama Masjid tersebut adalah Masjid At Taqwa. acara pertama di adakan Haflah Al Qur'an. hadir para Qori Internasional dan para Qori Nasional. di sela sela para Qori melantunkan ayat ayat Al Qur'an maka tampil seoarang pensyarah yang mensyarahi setiap ayat yang di baca oleh para Qori. penysarah sangat piawai dalam mengupas ayat perayat sehingga para jama'ah mengalami ketenangan sampai sampai terlelap tidur hehe

setelah acara haflah tersebut, maka acara diserahkan kepada seorang kiyai yang sangat alim dan sholeh (sepengatahuan ku) nama kiyai tersebut adalah Syarif Rahmat. seorang Kiyai yang aku kagumi kealiman dan kesolehannya ini mengupas ayat tentang manfaat dan kebesaran Al Qur'an. beliau menjelaskan bahwa para ustatz yang hadir malam ini mempunyai keahlian masing masing. ada ustatz yang dengan Al Qur'annya bisa melantungkan dengan suara yang indah dan merdu, sehingga membuat orang tertarik hatinya ingin membaca dan mengkaji Al Qur'an. ada ustatz dengan Al Qur'annya pandai mengupas dan menyampaikannya dengan kalimat yang indah kepada para jama'ahnya. ada  ustatz dengan Al Qur'annya mampu mengobati penyakit yang ada pada seseorang atau pasiennya. Ada ustatz dengan Al Qur'annya bisa meruqyah dan mengusir jin yang merasuki tubuh seseorang. dan segala macam bagian dari Ilmu Al Qur'an. Beliau melanjutkan tausiyahnya, bahwa orang-orang itu malam ini berkumpul dalam satu majelis duduk bersimpuh untuk mengadakan qiyamullail dalam rangka menyambut kedatangan Si Laila (Lailatul Qodar) tampa satu pun  diantara mereka yang saling berdebat walaupun berbeda pandangan.



sekilas kalau kita lihat tausiyah singkat diatas, memang benar bahwa ilmu ilmu yang dimiliki oleh para ustatz diatas satu sumbernya yaitu dari Al Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW. ada yang menggunakan sesuai dengan skil yang di miliki oleh masing masing mereka.

setelah tausiyah, maka acara selanjutnya adalah solat malam. sholat malam ini di imami oleh seorang Qori nasional dengan suara yang indah dan merdu sehingga membuat sholat menjadi khusu dan tenang. seandainya para imam sholat di masjid masjid yang lain seperti Qori kita ini maka saya yakin sholat orang islam selama ini akan lebih baik lagi. tapi kebanyakan saat ini para imam sholat masih banyak yang belum fasih melafalkan tiap ayat, apalagi suaranya tidak mendukung. yang hebatnya lagi adalah yang terjadi di bulan puasa ini. imamnya baca Al Fatihah satu napas dan gerakan dalam sholatnya tampa tuma'ninah, padahal dalam kitab Fiqh di jelaskan tum'ninah adalah merupakan bagian dari rukun sholat. 

setelah selasai melaksanakan sholat malam, maka para ustatz memberikan muhasabah dan bermunajat kepada Allah sehingga ummat islam yang kumpul pada malam tersebut mengis tersedu sedu karena mengingat dosa dan kesalahan serta kelalaian dalam kehidupan. acara tersebut diakhiri dengan sahur bersama.

semoga kegiatan yang dilakukan pada malam tersebut mendapatkan balasan dari Allah SWT dan kaum muslimin yang hadir pada malam tersebut juga mendapatkan lailatul Qodar sehingga mampu meningkatkan ibadah sampai hayat masih di kandung badan.

Abdul Hakim Abubakar


Jumat, 26 Agustus 2011

Momentum Halal Bi Halal



Dalam sebuah riwayat di kisahkan, setelah melaksanakan sholat idul fitri Rasulullah SAW mengucapkan amin sebanyak tiga kali. Mendengar ucapan amin tersebut ada seorang sahabat yang menanyakan kepada Rasulullah. “Ya Rasul, barusan baginda mengucapkan amin tiga kali tapi tidak ada yang berdo’a, ada apakah gerangan”? Rasulullah SAW mengatakan, bahwa barusan malaikat Jibril mengajak aku untuk megaminkan doanya. Malaikat Jibril berdoa, “Ya Allah jangan engkau terima pahala puasanya seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, Rasulullah mengucapkan amin. Ya Allah jangan engkau terima pahala puasanya seorang istri yang durhaka kepada suaminya, Rasulullah mengucapkan amin. Ya Allah jangan engkau terima pahala puasanya seorang muslim yang tidak memaafkan saudaranya sesama muslim, Rasulullah mengucapkan amin.

Dari keterangan singkat di atas dapat kita fahami, bahwa seorang anak yang puasa disiang hari, menahan lapar dan dahaga, siang malam tadarus Al Qur’an dan malam harinya melaksanakan sholat taraweh, karena seorang anak tersebut durhaka kepada kedua orang tuanya maka di doakan oleh Malaikat Jibril dan di aminkan oleh Rasulullah agar pahala puasanya tidak di terima oleh Allah SWT. Maka selayaknya seorang anak datang tersungkur di hadapan kedua orang tuanya untuk memohon maaf dari segala kesalahan yang dilakukannya. Dengan meminta maaf kepada kedua orang tua maka seseorang akan terbebas dari doanya Malaikat Jibril dan di aminkan oleh Rasulullah.
Sekarang ada fenomena yang merusak ummat. Orang lebih menghormati kiyai atau habaib ketimbang orang tua yang melahirkan dan membesarkannya. Tangan para habaib dan kiyai diciumnya bolak balik, tapi kalau tangan kedua orang tuanya tidak pernah di ciumnya bolak balik. Malah ada juga diantara mereka lebih mendahulukan perintah kiyai atau habib dari pada perintah kedua orang tuanya. Padahal kiyai atau habaib tersebut tidak pernah mengandungnya, tidak pernah membesarkannya dan tidak pernah menceboknya. Padahal Rasulullah SAW telah menegaskan dalam sabdanya.
رضى الله فى رضى الولدين وسخط الله فى سخط الولدين
Artinya: Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tuanya, dan murka Allah tergantung murka kedua orang tuanya.

Maka dari itu wahai saudara saudara ku minta maaf kepada kedua orang tua. Mereka berdua telah mengandung dan membesarkan kita, maka selayaknya kita menghormati dan menghargainya. Agar pahala puasa kita di terima Allah SWT. Dengan momentum lebaran dan halal bi halal sebagai sarana seorang anakn untuk meminta maaf dan ridho kepada kedua orang tua.

Pesan yang kedua dari hadis diatas adalah bahwa, malaikat Jibril mendoakan dan Rasulullah mengaminkan seorang istri yang durhaka kepada suaminya agar Allah tidak menerima pahala puasanya. Seorang istri puasa disiang hari menahan lapar dan haus, tadarus Al qur’an dan malamnya sholat taraweh. Apabila seorang istri tersebut durhaka kepada suaminya, tidak berlaku sopan santun kepada suaminya, tidak bertutur kata yang baik dan tidak melayani suami sebagaimana mestinya, maka seorang istri tersebut akan terkena doanya malaikat Jibril dan Rasulullah yang mengaminkannya.

Maka selayaknya seorang istri meminta maaf kepada suaminya atas semua kesalahan selama hidup berumah tangga dengan suaminya. Karena keberadaanya dalam sebuah rumah tengga bersama suaminya untuk melayani dan memberikan sesuatu yang terbaik bagi suaminya. Dengan momentum lebaran dan halal bi halal sebagai sarana seorang istri untuk meminta maaf kepada suami tercinta dan belahan jiwa.

Pesan yang ketiga dari hadis diatas adalah bahwa, malaikat Jibril mendoakan dan Rasulullah mengaminkan seorang muslim yang tidak mau memaafkan saudara muslimnya supaya Allah tidak menerima pahala puasanya. Seorang muslim puasa disiang hari menahan lapar dan haus, tadarus Al qur’an dan malamnya sholat taraweh. Apabila seorang ada seorang muslim tidak mau memaafkan keslahan saudaranya sesama muslim, maka seorang muslim tersebut akan terkena doanya malaikat Jibril dan Rasulullah yang mengaminkannya.

Dalam hidup ini terkadang lisan salah berucap, prilaku kadang menyimpang dan menyinggung perasaan orang lain. Maka selayaknya diantara muslim saling memaafkan. Karena memaafkan kesalahan antara sesama adalah merupakan perbuatan yang mendekatkan untuk bertakwa kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an sebagai berikut:
وأن تعفوا أقرب للتقوى
Artinya: Dan bahwasannya memaafkan itu mendekatkan takwa. (QS. Al Baqarah. 127)

Selepas ummat islam melaksanakan puasa di bulan suci Ramadhan maka janji Allah bagi mereka adalah untuk menjadi orang yang bertakwa. Hal itu berkaitan dengan Allah SWT. Sedangkan berkaitan dengan manusia saling memaafkanpun merupakan perbuatan yang mendekatkan kepada takwa. Semoga kita ummat islam saat ini dan yang akan datang mampu menjalankan ibadah kepada Allah dengan semaksimal mungkin dan memaafkan kesalahan saudara muslim.

Abdul Hakim Abubakar El Kahir



Rabu, 24 Agustus 2011

PAHIT BERBUAH MANIS



Tadi malam tanggal 24 Agustus jam 23.00 saya silaturahim dengan seorang ust. Asep namanya. Seorang ust yang akrab di panggil ajengan ini menasehati saya dengan kalimat “menuntut ilmu itu awalnya pahit” dan nanti hasilnya akan berubah menjadi “manis”. Kalimat ini memang sederhana dan sangat gampang di ucapkan, akan tetapi dalam maknanya serta susah dan sulit diamalkan. Sebab yang namanya mencari ilmu harus menghadapi kesulitan dan kepahitan. Untuk menghadapi kesulitan dan kepahitan ini membutuhkan kesabaran yang dalam.

Banyak orang yang mental dan tidak kuat dalam mencari ilmu karena saking pahitnya. sehingga ada yang keluar dan tidak mau lagi bersentuhan dengan ilmu. Padahal seandainya sabar menghadapi kesulitan dan kepahitan ini, maka seseorang tersebut akan mendapatkan buah yang sangat manis dan nanti banyak peminat yang ingin mencicipi dari kemanisan buah ilmunya.

Memang benar sebuah pepatah yang sering di ungkapkan sejumlah kalangan, “berakit rakit dahulu berenang renang ketepian, bersakit sakit dahulu baru kemudian”. Pepatah ini sangat cocok apa yang diucapkan oleh seorang ust. DiataS. Karena ucapan ini merupakan intisari dari pesan Allah dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an sebagai berikut:

¨bÎ*sù yìtB ÎŽô£ãèø9$# #·Žô£ç ÇÎÈ   ¨bÎ) yìtB ÎŽô£ãèø9$# #ZŽô£ç ÇÏÈ   #sŒÎ*sù |Møîtsù ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ   4n<Î)ur y7În/u =xîö$$sù ÇÑÈ    

Artinya:  karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al Insyirah. 5-8)
Menurut ayat diatas bahwa, kemudahan itu akan datang dan muncul karena adanya kesusahan dan kepahitan yang dirasakan oleh seseorang. Dua kali Allah SWT mengulang kalimatnya yang serupa, itu artinya bahwa Allah menekankan kepada penuntut ilmu atau yang lainnya, bahwa awalnya mendapatkan kepahitan nanti akan muncul buah yang manis. Ayat berikutnya menjelaskan bahwa seseorang pun harus sungguh sungguh dalam menjalankan tugas, apabila dia seorang pencari ilmu maka seseorang tersebut harus sungguh sungguh dalam mencari ilmunya, kalau tidak sungguh sungguh maka kesulitan itu akan terus menimpa seseorang, akan tetapi kalau sungguh sungguh, maka akan keluar dari kesulitan dan kepahitan menuju buah yang manis.
Bertahun tahun saya merasakan kepahitan seperti ini. Dari umur 12 tahun aku pergi meninggalkan kampung halaman dan kedua orang tuaku serta sanak family. Saya pergi mencari ilmu di sebuah pesantren di Jakarta. Selama 6 tahun saya pergi, yang aku minta sama orang tuaku adalah doa buat ku. Setelah tamat Aliyah aku bingung mau kuliah dimana dan dari mana uang aku dapatkan untuk mendaftar kuliah.

Dengan kesungguhan dan sabar menghadapi kepahitan ini, selama 8 tahun aku kuliah di S I PTIQ. Al hamdulillah aku dapat menyelasikannya dengan baik. Sekarang aku dapat mengamalkan ilmu ditengah masyarakat walaupun masih banyak belajar dan mengasah ilmu dari guru guru dan ulama. Kesana kemari aku menyampaikan ilmu. Ada diantara mereka yang menghargaiku dengan sebuah amplop dan ada juga yang tidak memberikan apa apa, akan tetapi aku tidak mengaharpkan dari itu semua. Kewajiban aku adalah menyampaikan ilmu.

Semoga Allah memberikan yang terbaik dan kedepannya aku lebih sabar lagi dalam mencari dan mengamalkan ilmu Allah ini.. amin…

Abdul Hakim Abubakar



Selasa, 23 Agustus 2011

Berjabat Tangan Selepas Sholat

Sejumlah kalangan mengatakan bahwa berjabatan tangan selepas sholat dianggap bid'ah, sesat dan masuk nereka. diantara kalangan dan tokohnya yang membid'ahkan berjatan tangan selepas sholat adalah Syekh Al Albani: Syekh Al Albani mengatakan: 

واما المصافحة عقب الصلوات فبدعة لا شك فيها الا ان تكون بين اثنين لم يكونا قد تلاقيا قبل ذلك فهي سنة كما علمت.

Artinya: adapun berjabat tangan setelah sholat itu bid'ah dan tidak diragukan lagi, kecuali antara dua orang yang belum bertemu sebelum itu, maka hukumnya sunnat sebelum anda ketahui. (silahkan lihat dalam kitab Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah halaman 144).

diantara tokoh yang membid'ahkan berjabatan tangan selepas shalat adalah Syekh Utsaimin. tapi di lain waktu beliau mengatakan tidak menjadi masalah asalkan dilakukan atas dasar suka sama suka dan kasih sayang. (silahkan buka dalam kitab Fatawa Syaikh Utsaimin juz 13 halaman 287)

berjabatan tangan selepas sholat sudah berjalan selama berpuluh puluh tahun oleh ummat islam di bangsa ini, dan ulama yang ada di indonesia pun semuanya mereka menerima amaliyah seperti ini, akan tetapi belakangan muncul aliran wahabi dan salafi yang membid'ahkan dan menyesatkan serta masuk neraka bagi pelakunya.

Akan tetapi hanya beberapa segelintir ulama saja yang membid'ahkan berjabatan tangan selepas sholat, dan mayoritas ulama mengatakan bahwa berjabatan tangan selepas sholat adalah yang biasa dan hukumnya mubah. Kami melihat ada sebuah pendapat yang cukup bijaksana yang dikemukakan para Ulama di pusat ilmu terbesar dunia Islam, Al Azhar, Mesir. Ketika ditanya sekitar jabatan tangan selepas shalat, mereka menyampaikan uraian yang cukup panjang antara lain:
  مصافحة المسلم لأخيه عند اللقاء أصلها مستحب ، وذلك لتوكيد الألفة والمحبة بين المسلمين ، وقد وردت فى ذلك نصوص تدل على أنها كانت عادة جارية فعلها الصحابة كما أخرجه البخارى وغيره ، وأقرها الرسول صلى الله عليه وسلم ، بل حبب فيها بمثل قوله " ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا " رواه أبو داود والترمذى وقال : حديث حسن .ولم تكن المصافحة عقب الانتهاء من صلاة الجماعة معروفة أيام النبى صلى الله عليه وسلم ولكن حدثت بعد انتقاله إلى الرفيق الأعلى ، بتأويل أن المصلين جماعة كانوا مع الله فى رحلة روحية، 

Artinya: Menurut asalnya jabatan tangan seorang Muslim dengan saudaranya ketika bertemu adalah Sunnat, yang demikian itu dalam rangka menguatkan ikatan kasih sayang di antara orang orang Islam. Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut merupakan kebiasaan yang telah berlaku semanjak masa sahabat sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari dan lainnya serta disetujui Rasulullah SAW. Beliau bahkan mendorong untuk mengerjakannya seperti dalam sabdanya, "Tidaklah dua orang Islam bertemu kemudian berjabatan tangan kecuali keduanya diampuni dosa-dosanya sebelum berpisah". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At Tirmidzi dan ia berkata : Hadis ini Hasan Shahih. Adapun berjabatan tangan setelah shalat berjama'ah itu tidak dikenal di masa nabi SAW akan tetapi hal tersebut terjadi saat beliau telah meninggal dunia dengan menyerupakan orang-orang yang menunaikan shalat berjama'ah itu baru saja melakukan perjalanan Ruhiyah bersama dengan Allah.

berjabatan tangan pada dasarnya adalah hukumnya sunnah. tidak ada satu keteranganpun dari Rasulullah yang menyalahkan berjabatan tangan. justru Rasulullah memberikan satu motivasi bahwa siapa orang yang berjabatan tangan maka akan diampuni dosanya sebelum orang tersebut berpisah. Hadis masalah ini sifatnya umum. 

mau berjabatan tangan dimanapun boleh, sebelum sholat boleh, sesudah sholat juga boleh dan tidak bid'ah, yang bid'ah itu adalah berjabatan tangan saat dalam menjalankan sholat. kalau sesudah sholat, jangankan berjabatan tangan kentut juga boleh. gitu aja ko repot

Abdul Hakim Abubakar El Kahir

ZIKIR ZAHAR


Sehubungan dengan maraknya Majelis Dzikr di mama-mana, sejumlah orang menanyakan tentang kedudukan hukum Dzikir dengan suara nyaring. Hal ini mengingat adanya sejumlah buku yang menuduh praktek dzikir tersebut bid'ah, sesat dan menyesatkan. Sekedar urun rembug, maka inilah jawabannya.

Yang dituju dengan Jahar pada pembahasan kali ini adalah Dzikir dengan menggunakan suara sebagai kebalikan dari dzikir Khafi yang dilakukan hanya dengan menggunakan hati. Bila kita buka kitab kitab Hadis, kita akan menemukan bahwa dzikir Jahar terbagi dalam dua macam; Dzikir bersuara dengan Dzikir dengan suara tinggi. Yang hendak kita bicarakan adalah dalam pengertian pertama. Dzikir Jahar dalam makna ini terdapat tuntunannya dalam Syari'at Di antara dalil yang mendukung masalah ini adalah:
  1. Rasulullah SAW buss dzikir Jahar selepas Shalat Fardu. Al Bukhari den Muslim meriwayatkan: Artinya: "Bahwasanya Nabi SAW setelah selesai Shalat Fardu biasa membaca dzikir (artinya): "Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kekuasaan dan. bagi Nya pula segala puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu Ya Allah, tak ada seorang pun yang dapat menghalangi apa yang Engkau beri, tak ada yang dapat memberi yang Engkau halangi dan tiada memberi manfaat kekayrran orang yang kaya di sisi-Mu ". (HR Al Bukhati dan Muslim)." a Hadis ini memberikan pengertian yang jelas bahwa Rasulullah SAW berdzikir dan berdo'a dengan suara nyaring, sebab sekiranya tidak nyaring, tentulah para sahabat tidak mendengarnya.
  2. Pam sahabat Nabi SAW jugs biasa berdzikir dengan Jahar. Sebuah Hadis yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka: Artinya: "Ibnu Abbas memberitahu kepada Amru, bahwa berdzikir dengan mengangkat suara setelah orang - orang selesai mengerjakan Sholat itu ada pada mass Nabi Mohammed SAW. Dan Ibnu Abbas pun mengatakan: "Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai melakukan Shalat dengan Dzikir itu apabila aku mendengarnya" (HR AI Bukhari den Muslim). Hadis ini dengan jelas menerangkan keadaan yang terjadi pada mass Rasulullah SAW bahwa mereka biasa berdzildr dengan menyaringkan suara.
  3. Dalam sebuah Hadis yang agak panjang Muslim meriwayatkan bersumber dari Ibnu Mas'ud, katanya antara lain: Artinya: Ketika telah selesai manunaikan Shalat, beliau mengangkat suaranya berdo'a untuk kehancuran mereka. Biasanya jika berdo'a atau memohon kepada Allah beliau SAW mengulanginya tip kali. Kemudian beliau berdo'a: "Ya Allah, binasakanlah kaum Quraisy". Beliau mengucapkan ini tip kali. Ketika mendengar do'a tersebut, orang orang Quraisy berhenti dan tertawanya serta takut akan tertimpa do'anya. Kemudian beliau SAW berd'a lagi "Ya Allah, binasakanlah Abu jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi'ah, Syaibah Bin rabi'ah, Al Walid bin. Uqbah, Umayyah bin Khalaf dan Uqbah bin Abi Mu'aith. Beliau pun menyebutkan orang ketujuh namun aku tak ingat. Demi Dzat yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, aku meliat orang orang yang disebut oleh beliau itu bergelimpangan kemudian terkubur di sumur Badar". (HR Muslim86.Al Bukhari meriwayatkan Hadis semakna dengan ini namun tidak disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat suaranya) 
  4. A1 Qur'an adalah termasuk Dzikir sebagaimana firman Allah: Artinya: "Sesungguhnya Kami yang menurunkan Adz Dzikr (A1 Qur'an) dan Kami pula yang akan menjaganya" (A1 Hijr:9) Para Ulama sepakat bahwa membaca Al Qur'an termasuk dalam kategori dzikir. Rasulullah SAW menganjurkan kepadaa para sahabatnya - dan tentu ini menjadi perintah juga bagi ummatnya - agar mereka "menghiasi" Al Qur'an dengan suaranya. Dalam sebuah Hadis disebutkan: Artinya: "Hiasilah Al Qur'an dengan suaramu" (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan An Nasa'i)88 Rasulullah SAW pun meminta sebagian sahabatnya untuk membacakan Al Qur'an di hadapannya karena beliau tertarik dengan keindahan suaranya. Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya: Artinya: Abdullah berkata: Rasulullah SAW berkata kepadaku,"Bacakanlah Al Qur'an untuUe• Aku menjawab: "Bagaimana aku akan membacakan A1 Qur'an kepada engkau sedangkan kepada engkaulah A1 Qur'an diturunkan ?". Beliau SAW bersabda: "Aku ingin mendengarnya dariselain diriku sendiri" (HRAI Bukhari pada Bab Fadha'il Al Qur'an)89Dalam riwayat lain dikatakan: Artinya: Rasulullah berkata kepadaku: "Bacakanlah Al Qur'an untukku". Aku menjawab: "Ya Rasulullah, bagaimana aku membacakannya kepada engkau padahal kepada engkaulah Al Qur'an diturunkan ?"• Beliau bersabda.: "Aku ingin mendengarnya dari selain diriku sendiri". Aku pun kemudian membaca surat An Nisa, hingga ketika telah sampai kepada diturunkan ?". Beliau SAW bersabda: "Aku ingin mendengarnya dariselain diriku sendiri" (HRA1 Bukhari pada Bab Fadha'il Al Qur'an)s9Dalam riwayat lain dikatakan: Artinya: Rasulullah berkata kepadaku: "Bacakanlah Al Qur'an untuklcu". Aku menjawab: "Ya Rasulullah, bagaimana aku membacalcannya kepada engkau padahal kepada engkaulah Al Qur'an diturunkan ?"• Beliau bersabda.: "Aku ingin mendengarnya dari selain diriku sendiri". Aku pun kemudian membaca surat An Nisa, hingga ketika telah sampai kepada ayat".."aku mengangkat kepalaku (atau ada orang yang menyentuhku di sebelahku), maka kulihat air mata beliau bercucuran" (HR Al Bukhari dan Muslim)90 Rasulullah SAW pun memuji sahabat Abu Musa Al Asy'ari karena memiliki suara yang indah ketika membaca Al Qur'an. Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya: Artinya: Rasulullah SAW bersabda kepadaku; "Seandainya engkau tahu bagaimana ketika aku~ mendengar bacaanmu tadi malam. Sungguh engkau telah diberi satu di antara beberapa seruling keluarga Dawud". (HR Muslim)91Hadis Hadis ini dan sejenisnya menunjukkan dengan jelas Rasulullah SAW menyukai bacaan A1 Qur'an dengan suara. Ini mengandung arti dibenarkannya Dzikir Jahar, sebab sekiranya tidak, pasti Rasulullah SAW akan melarang, namun nyatanya beliau bahkan memuji.
  5. Shalat 5 waktu adalah juga dzikir, sebagaimana firman Allah: Artinya: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku". (Thaha:l4) Artinya: `Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur`an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaamiya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Al Ankabut:45) Menurut kedua ayat ini Ibadah Shalat adalah Dzikir. Padahal kita tahu ada sejumlah Shalat yang disunnahkan untuk dibaca Jahar seperti Shalat maghrib, Isya, Shubuh, Sahalat Jum'at, Shalat tarawih, Sahalat dua Hari Raya, Shalat Gerhana dan Istisqa. Bukankah dengan demikian Dzikir Jahar dibenarkan ?. Sekedar bahan renungan, perhatikan firman Allah ini: Artinya: "Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempimyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlaa kamu »wngeraskan suaramu (Jahar) dalam shalatmu dan janganlalt pula neerendahkannya (Khafi) dan carilah jalan tengah di antara keduanya itu". (Al Isra:110) Jika kita hendak berpegang kepada teks ayat iti apa adanya, niscaya kita akan kebingungan. Betapa tidak, sebab melalui ayat ini Allah melarang kita Shalat "Jahar" maupun Shalat "Khafi", padahal Rasulullah SAW sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah Hadis biasa melakukan Shalat Jahar. Bukankah ini berarti Hadis Hadis tersebut bertentangan dengan ayat ini ?. Tentu tidak, sebab yang dituju dengan Jahar pada Hadis bukanlah Jahar yang dimaksudkan oleh ayat. Lagi pula jika Jahr dilarang Khafi pun dilarang, lamas apakah makna dari "Jalan to agah antara keduanya" sebab di dalam Hadis atau Fiqh hanya dikenal istilah Shalat Sir atau Khafi dan Shalat Jahr. Ini jelas yang dituju bukanlah Jahar sembarang Jahar dan Khafinya pun bukan sembarang khafi. Para Mufassir mengatakan bahwa yang dilarang pada ayat ini adalah Jahar keterlaluan sehingga mengganggu orang lain, sedangkan Khafi yang dilarangadalah terlalu pelan sehingga tak terdengar oleh telinga sendiri. Atau kalaupun hendak dipertahankan makna ayat adalah benar benar jahar seperti pada Shalat umumnya, bisa jadi larangan itu bersifat kasuistis, berlaku karena ada sebab yang menghendakinya. Al Bukhari meriwayatkan: Artinya: Firman Allah "dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendcrhkarnnya " turun ketika Rasulullah SAW masih sembunyi sembunyi di Mekah. Ketika itu beliau jika Shalat bersama sahabatnya mengangkat suaranya dalam bacaan A1 Qur'an, sehingga apabila orang orang Musyrik mendengarnya, mereka pun mencela Al Qur'an, yang menurunkannya dan yang menerimanya. Maka Allah berfirman kepada Nabi-Nya SAW "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu" yakni bacaanmu hingga terdengar oleh orangorang Musyrik yang menyebabkan mereka mencela A1 Qur'an "dan jangan pula merendahkannya" dari sahabat-sahabatmu sehingga engkau tak memperdengarkannya kepada mereka" dan "carilah jalan tengah di antara keduanya itu ". (HR Al Bukhari)92
  6. Takbir pada dua Ha.ri Raya. Allah berfirman dalam Al Qut'an: Artinya: "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas peturguk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" : (Al Bagarah:185) Ayat ini memerintahkan agar kaum muslimin menyelesaikan puasanya selama satu bulan penuh dan setelah itu memperbanyak bertakbir. Para Ulama -- kecuali Abu Hanifah - menganggap Sunnah membaca takbir pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, meskipun mereka berbeda pendapat kapan dimulainya. Bahkan Dawud Azh Zhahiri menetapkan bahwa takbir itu wajib hukumnya. Dalam sebuah Hadis disebutkan: Artinya: "Hiasilah hari hari rayamu dengan takbir" (HR Ath Thabarani dalam A1 Mu jam Al Ausath) 93 Dimaksud dengan menghiasi hari raya dengan takbir, tak lain dari takbir dengan suara terdengar. Takbir adalah dzikir dan terdengar suara adalah jahar, takbir dengan suara terdengar adalah dzikir jahar.
  7. Talbiyah dalam Haji adalah Dzikir Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an: . .Artinya: "Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu, Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafah, benikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat"(Al Bagarah: 198) Artinya: "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimr4 maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebutnyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara mamisia ada orang yang berdo'a: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia"; dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat" : (Al Baqarah:200). Yang dimaksud dengan "Dzikir" pada ayat ini adalah bacaan Talbiyah. Para Ulama sepakat Sunnah hukumnya mengucapkan Talbiyah secara Jahr bagi kaum laki-laki. Dengan demikian sesungguhnya dapat dipahami bahwa Dzikir Jahar itu termasuk Sunnah Rasulullah SAW. Bahkan pada ayat ini perintah mengumandangkan Talbiyah me,nggunakan kata "Dzikir ; ini menunjukkan bahwa Jahar di sini berlaku bukan hanya pada talbiyah, melainkan pada Dzikir secata umuan.
  8. Berbicara tentang perang, Allah SWT berfirman: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebwryiak-barryiaknya agar kamu beruntung". (Al Anfa1:45) Ayat ini memerintahkan kepada kawn muslimin agar ketika berperang mereka senantiasa banyak berdzikir kepada Allah. Apa yang dimaksud dengan dzikir pada ayat ini, Al Bukhari meriwayatkan: Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu hari menunggu hingga tergelincir Matahari, lalu beliau berdiri berceramah di hadapan orang banyak mengatakan: "Janganlah kalian mengharapkan bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah kesejahteraan. Namun apabila kalian menemui musuh, bersabarlah kalian dan ketahuilah bahwa Surga itu berada di bawah naungan pedang". Setelah itu beliau berkata: "Ya Allah Dzat Yang menurunkan Al Kitab, memperjalankan awan dan mengalahkan segala pasukan, kalahkanlah kiranya mereka dan tolonglah kami dalam menghadapi mereka". (HR Al Bukhari dan MWlim)94 Jadi yang dimaksud dengan "Dzikrullah" pada ayat 45 surat Al Anfal adalah berdo'a seperti yang dilakukan Rasulullah SAW di mana do'a tersebut terdengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Dari beberapa dalil ini, jelaslah bahwaa dzikir dengan suara nyaring itu disyari'atkan bahkan banyak Ulama yang mensunahkan. Seperti itulah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan segolongan Ulama Salaf . Masuk dalam kelompok ini adalah Syekh Muhammad Bin Shalih Al `Utsaimin.9s .
Ada sejumlah orang yang melarang dzikir Jahar. Diantara alasan yang mereka pergunakan adalah:

  1. Mengeraskan suara dzikir itu bertentangan dengan firman Allah: Artinya: "Dan ingatlah Tuhanmu dalam dirimu dengan merendahkan dirt dun ru.ca takut serta tidak dengan mengeraskan ucapan pada waktu pagi dan petang certa janganlah kamu termasuk orang-orang yang lulai "(A1 A'raf: 205) 
  2. Mengeraskan soars bertentangan dengan sebuah Hadis: Artinya: Ketika Ra_sulullah SAW berperang Khaibar, orang-orang naik ke bukit seraya bertakbir dengan soars keras "Allahu Akbar Allahu Akbar, La Ilaha Illahllah". Maka Rasulullah SAW bersabda: "Rendahkanlah suaramu, karena sesungguhnya kamu tidak menyeru yang tuli dan ghaib, yang kamu seru adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia ada bersamamu"96 (HR Al Bukhari dan Muslim)
  3. Ketika Nabi SAW melakukan dzikir Jahar itu adalah dalam rangka memberikan pelajaran kepada para sahabatnya.

Tanggapan:Pernyataan pernyataan di atas dapat ditanggapi sebagai berikut:

Pertama, terlebih dahulu hendaknya kita dudukkan ayat tersebut perlahan-lahan. Sebagaimana diketahui, perintah dan larangan pada ayat tersebut menggunakan kata perintah Mufrad (tunggal), tentu, yang dituju adalah Rasulullah SAW. Sampai di sini saja sudah ada persoalan; apakah perintah tersebut berlaku khusus ataukah berlaku umum meliputi ummatnya 7. Selain itu, perintah dan larangan pada ayat ini pun dibatasi dengan kata "pada waktu pagi dan petang".Pertanyaan yang muncul adalah apakah perintah dan larangan tersebut berlaku khusus pagi dan petang ataukah juga berlaku untuk waktu s selainnya ?.

Kedua, yang melakukan Dzikir dengan suara keras adalah orang yang menerima wahyu surat Al A'raf ayat 205 itu, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau SAW tentu lebih mengerti apa yang dimaksud oleh ayat dan tidak mungkin menyalahinya. Jika suatu ketika kita melihat seolah-olah perbustae Nabi SAW menyalahi Al Qur'an, ini bisa jadi kita yang salah atau belum faham maksud ayat tetsebut, bukan kesalahan beliau atau Hadis itu yang bung-buru di ragukan keabsahannya.

Ketiga, yang dituju dalam firm= "Wad`rkur Rabbaka Fi NafsiiEa" adalah "mengingat Allah" bukan "menyebut nama Allah°. Kita tentu maklum jika yang namanya "mengingat" tempatnya di dalam hati. Jadi kalimat "tadorru'aw wakhifatan wa dunal jahri" artinya "Tidak nangguhalran srmrs" Aran penjelasan bagi kalinut "dalam diron?' yang bermakna "dalam hatimu" Dan its artinya, ayat tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan dzikir dalam pengertian "Menyebut nama Allah". Singkatnya, ayat ini berbicara dari hati, sedangkan dzikir jahar ada dalil lain yang menjelaskannya_Keempat, tentang Hadis larangan bertakbi7 dengan soars keras. Hadis ini pun jangan diperteotaegkan. Yang dilarang oleh Nabi SAW adalah nwegangkat soars yang ketcrlaluan dengan cm a berbetisk, bukan mengangkat soars seperti yang beliao den sahabatnya lakukan. Sebab mend soars yang dilakukan Nabi SAW din salmbatnya adalah bahwa dzikirnya itu terdengar oleh orang-orang yang berada di sekitarnya, bukan dzikir dengan soars sekeras-kerasnya atau berteriak. Pemahaman seperti ini akan lebih jelas jika kita perhatikan bahwa peristiwa larangan itu disampaikan Rasulullah SAW dalam perjalanan menuju peperangan. Padahal telah diketahui pula, di dalam peperangan, Rasulullah SAW biasa berdzikir dan memanjatkan do'a dengan suara terdengar oleh para sahabatnya, sebagaimana dijelaskan dalam Hadis sebelum ini. Jadi, dapat dipastikan, bahwa yang dilakukan para sahabat ketika itu adalah bertakbir dengan suara yang sangat keras.Kelima, jika sesuatu telah menjadi ketetapan, maka tidak ada seorang pun berhak menetapkan bahwa hal tersebut mengganggu. Seorang muslim jelas tidak akan terganggu dengan suara suara Talbiyah ketika menunaikan ibadah Haji yang dilantunkan hamba hamba Allah dengan suara nyaring.

Demikian pula mereka tentu tidak akan terganggu oleh pangilan adzan yang dikumandangkan dan Masjid menggunakan pengeras suara.Keenam, tak ada satu dalii pun yang menunjukkan bahwa dzikir jahr Rasulullah SAW yang tersebut dalam Hadis di atas adalah dalam rangka mengajari para sahabatnya. Hadis Hadis yang berbicara tentang pelajaran Rasulullah SAW ada tempatnya sendiri.' Sementara Hadis dzikir Jahar di atas, Imam Muslim sendiri menemnatkannva nada bab " Adz Dzikru Ba'da Ash Shalah" (Dzikir setelah Shalat) dan lama sekali tak menyebutkan pengajaran.Sesungguhnya kedua bentuk dzikir itu memiliki keutamaan dan dalil yang mendukungnya, tak perlu ada yang mempersoalkannya kecuali pada keikhlasannya. Yang jelas:Artinya: "Dan rahasiakanlah ucapanmu atau tampakkanlah; sesungguhnya Dia (Allah) Maha Mengetahui segala isi hati" : (Al Mulk:13).Jadi, perhatikan selalu gerak hatimu, awasi selalu jangan sampai is menyalahi kata-katamu dan mempermainkan Tuhanmu.Hasbunallah.

(lebih lengkap Baca buku Menimbang Amalan Tradisional Karya KH. Syarif Rahmat RA, SQ, MA)